Secara etimologis, sabar berarti menahan, seperti kata, “Qutila fulanun
shobr”, artinya, “si Fulan terbunuh dalam keadaan ditahan”. Oleh
karenanya, seseorang yang menahan diri terhadap sesuatu dikatakan orang
yang sabar.
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran, “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali
bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS. Al-Baqarah [2]: 45).
Menurut Ibnu Jarir, redaksi ayat itu memang memperingatkan Bani
Israel, namun yang dimaksud bukan mereka semata. Ayat ini mencakup mereka
dan orang-orang selain mereka.
Ibnul-Mubarak berkata dengan sanadnya dari Said bin Jubeir, “Sabar ialah
pengakuan hamba kepada Allah atas apa yang menimpanya, mengharapkan ridha
Allah semata dan pahala-Nya. Kadang-kadang seseorang bertahan dengan
gigih dengan menguatkan diri, dan tidak terlihat dari dia kecuali
kesabaran.”
Dengan demikian, tidak ada orang yang bisa disebut sabar, jika sikapnya
menolak atau mengelak berdiri bersama permasalahan yang tidak mengenakkan
di hati. Orang yang sabar selalu memancarkan kehangatan bagi orang lain
karena ia senantiasa pasrah pada Allah dalam kondisi apa pun.
Jika ditimpa musibah, dia tidak akan larut atau meratapi musibah yang
menimpanya. Sedangkan jika diberi kesenangan atau kenikmatan, dia tidak
akan lupa diri dan kufur nikmat kepada Allah.
Ali bin Abi Thalib mengumpamakan keutamaan sabar bagi keimanan seseorang
itu bagaikan tubuh, dan sabar adalah kepalanya. la mengatakan, “Sabar
bagi keimanan laksana kepala dalam tubuh. Apabila kesabaran telah lenyap
maka lenyap pulalah keimanan.” (HR. Baihaqi).
Walaupun secara sanad, atsar ini dinilai lemah, namun secara makna bisa
diterima. Hal itu dikarenakan cakupan sabar yang demikian luas dalam
Islam. la mencakup sikap seorang hamba dalam menghadapi berbagai perintah
dan larangan serta berbagai keadaan yang dialami manusia di dalam
kehidupan, di saat senang maupun susah.
Al-Quran membahasakannya dengan istilah “sabar yang baik”,
Allah SWT berfirman, “Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik.” (QS.
Al-Ma’aarij [70]: 5).
Oleh karena itu, marilah kita mulai dari diri kita sendiri untuk
senantiasa berlatih sabar. Yakni, dengan komitmen sebagai seorang hamba
untuk selalu mengikuti apa yang dikehendaki oleh Allah SWT; selalu
berjalan sesuai dengan perintah-Nya.
Inilah yang disebut sabar ma’allah, tingkatan sabar yang paling tinggi
dan paling sulit. Dan Allah selalu bersama dengan orang-orang yang sabar
(Al-Baqarah [2]: 153).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar